Hasil survei Programme for International Student Assessment (PISA), menunjukkan bahwa siswa Indonesia lemah dalam geometri, khususnya dalam pemahaman ruang dan bentuk. Sebenarnya, geometri merupakan salah satu topik matematika yang sangat dekat dengan kehidupan siswa, namun siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan masalah terkait topik geometri. Siswa memiliki keterampilan prosedural yang cukup untuk menyelesaikan masalah yang rutin, namun kesulitan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah yang tidak rutin (Sholihah & Afriansyah, 2017).
Geometri adalah cabang matematika yang berkaitan dengan bentuk, ukuran, komposisi dan proporsi suatu benda beserta sifat-sifatnya dan hubungannya satu sama lain. Dahlan (2011) menyatakan bahwa geometri merupakan cabang matematika yang telah diakrabi oleh manusia sejak lahir dikarenakan geometri ada dimana-mana di setiap tempat dan hampir di setiap objek visual.
Tujuan pembelajaran geometri adalah agar siswa memperoleh rasa percaya diri mengenai kemampuan matematikanya, menjadi pemecah masalah yang baik, dapat berkomunikasi secara matematik, dan dapat bernalar secara matematik (Bobango, 1993). Sedangkan Budiarto (2000) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran geometri adalah untuk mengembangkan kemampuan berpikir logis, mengembangkan intuisi keruangan, menanamkan pengetahuan untuk menunjang materi yang lain, dan dapat membaca serta menginterpretasikan argumen-argumen matematik.
Di sekolah, Geometri tidak diajarkan secara khusus tetapi berada dalam satu kesatuan pembelajaran Matematika. Pada Kurikulum 2013, materi Geometri tertuang dalam beberapa Standar Kompetensi yang membahas tentang bentuk, ukuran dan posisi suatu objek baik pada dimensi 2 maupun dimensi 3. Materi-materi yang berkaitan dengan Geometri tersebut tentunya membutuhkan daya pikir dan daya visualisasi tingkat tinggi. Oleh sebab itulah siswa sering mengalami kesulitan dalam mempelajari materi-materi Geometri. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dahlan (2011), kenyataannya di lapangan tidak sepenuhnya terjadi sesuai dengan yang diharapkan, ada gejala bahawa Geometri tidak banyak diminati oleh siswa. Geometri sering dianggap materi yang sulit untuk dipahami, sulit untuk mengerjakannya dan juga membosankan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Salman (2009) yang menyatakan bahwa dari 12 topik matematika, Geometri merupakan topik yang paling sulit bagi siswa.
Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan tilikan ruang siswa. Kemampuan tilikan ruang adalah kemampuan yang mencakup kemampuan berpikir dalam gambar, serta kemampuan untuk menyerap, mengubah dan menciptakan kembali berbagai macam aspek dunia visual. Kemampuan tilikan ruang sangat penting untuk ditingkatkan, hal ini berdasarkan pada hasil penelitian National Academy of Science (Syahputra, 2011) yang mengemukakan bahwa setiap siswa harus berusaha mengembangkan kemampuan dan penginderaan tilikan ruangnya yang sangat berguna dalam memahami relasi dan sifat-sifat dalam geometri untuk memecahkan masalah matematika dan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat betapa pentingnya kemampuan tilikan ruang, maka diperlukan suatu model pembelajaran matematika yang dapat membantu siswa dalam membangun kemampuan tilikan ruang. Salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan ruang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan matematis seperti yang telah diungkapkan di atas adalah Problem-Based Learning (PBL). PBL memungkinkan siswa untuk berpikir sendiri sehingga dapat menggali potensi dirinya dan membangun pengetahuannya sendiri. Menurut Arends (Suherman, 2008) PBL dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan keterampilan intelektualnya serta mengembangkan keterampilan untuk belajar secara mandiri dan keterampilan sosial sesuai dengan peran orang dewasa.
Matematika bersifat abstrak, sehingga diperlukan media, khususnya pada materi mengenai geometri, agar dapat dipahami siswa dengan mudah. Salah satu materi mengenai geometri tersebut adalah mengenai dimensi tiga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darhim (2009) yang mengatakan bahwa konsep-konsep dalam matematika itu abstrak, sedangkan kita menyadari bahwa pada umumnya siswa berpikir dari hal-hal yang konkret menuju hal-hal yang abstrak, sehingga agar siswa mampu berpikir abstrak tentang matematika adalah dengan menggunakan media. Salah satu media yang dapat digunakan adalah media informasi dan teknologi (IT) atau media komputer.
Geogebra adalah salah satu aplikasi program komputer atau media IT yang dapat dimanfaatkan dalam melaksanakan proses pembelajaran kepada siswa. Aplikasi ini dapat membantu guru dalam menerangkan materi, salah satunya mengenai geometri. Siswa pun dapat menggunakan aplikasi ini dalam membantu memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan geometri yang cenderung abstrak. Dengan kata lain, aplikasi ini dapat menjadi alat bantu dalam pembelajaran matematika.
Berdasarkan pemaparan tersebut, peneliti bermaksud untuk melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model Problem-Based Learning Berbantuan Geogebra untuk Meningkatkan Kemampuan Tilikan Ruang”.
Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan tilikan ruang siswa kelas XII SMA di Kabupaten Subang meningkat melalui model PBL berbantuan geogebra. Hal ini dibuktikan berdasarkan hasil tes kemampuan tilikan ruang siswa mengalami peningkatan dari siklus I sampai siklus III. Siklus I dengan rata-rata 68,15, siklus II dengan rata-rata 80,37, dan siklus III dengan rata-rata 85,19. Secara keseluruhan kemampuan tilikan ruang siswa pada siklus I, II, dan III meningkat. Peningkatan persentase siswa yang mendapatkan nilai tuntas KKM sebesar 77 yaitu siklus I sebesar 40,74% (11 orang), siklus II sebesar 74,07% (20 orang), dan siklus III sebesar 88,88% (24 orang).
Daftar Pustaka :
Bobango, J. C. (1993). Geometry for All Student: Phase-Based Instruction. Dalam Cuevas (Eds). Reaching All Students with Mathematics. Virginia: The National Council of Teachers of Mathematics, Inc.
Budiarto, M. T. (2000). Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geometri. Dalam prosiding Seminar Nasional Matematika “Peran Matematika Memasuki Milenium III”. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya, 2 November 2000.
Dahlan, J. A. (2011). Analisis Kurikulum Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Darhim. (2009). Workshop Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Fathurrohman, M. (2015). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Juanda, A. (2016). Penelitian Tindakan Kelas: Classroom Action Research. Sleman: Deepublish.
Lestari & Yudhanegara. (2015). Penelitian Pendidikan Matematika. Bandung: PT. Rafika Aditama.
Lidinillah, D. A. M. (2013). Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL). Jurnal Pendidikan Inovatif. UPI Education.
Nurrita, T. (2018). Pengembangan Media Pembelajaran untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa. MISYKAT: Jurnal Ilmu-ilmu Al-Quran, Hadist, Syari’ah dan Tarbiyah, 3(1), 171. [Online]. Diakses dari: https://lmsspada.kemdikbud.go.id/pluginfile.php/423559/mod_resource/content/2/Bahan%20bacaan.pdf
Salman, M. F. (2009). Active Learning Techniques (ALT) in A Mathematics Workshop; Nigerian Primary School Teachers’ Assessment. International Electronic Journal of Mathematics Education (IEJME). Vol 4 (1), 109-116. Doi: https://doi.org/10.29333/iejme/228
Sefina, R. (2015). Implementasi Brain-Based Learning untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial dan Self-Concept Matematis Siswa pada Pembelajaran Geometri SMP. Skripsi. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Sholihah, S. Z., & Afriansyah, E. A. (2017). Analisis Kesulitan Siswa dalam Proses Pemecahan Masalah Geometri berdasarkan Tahapan Berpikir Van Hiele. Mosharafa: Jurnal Pendidikan Matematika, 6(2), 287-298. Doi: https://doi.org/10.31980/mosharafa.v6i2.317
Suherman, E. (2008). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Handout Perkuliahan Evaluasi Pembelajaran Matematika. UPI Bandung: Tidak diterbitkan
Syahputra, E. (2011). Peningkatan Kemampuan Spasial dan Disposisi Berpikir Kreatif Siswa SMP dengan Pendekatan PMRI pada Pembelajaran Geometri berbantuan Komputer. Disertasi. UPI Bandung: Tidak diterbitkan.