MENGHAYATI RESPON ALLAH DALAM SURAT AL-FATIHAH

MENGHAYATI RESPON ALLAH DALAM SURAT AL-FATIHAH

Bagaimana kondisi Salat kita saat ini? Apakah sudah khusu’? atau bahkan.. belum pernah merasakan kekhusu’an dalam Salat? Sedangkan kita sudah tahu bahwa seorang hamba paling dekat dengan Rabbnya adalah ketika Salat.

Mungkin.. salah satu sebab Salat kita belum khusu’ adalah kita belum menghayati respon Allah dalam Salat. Hahh respon Allah? Serius nih ada respon Allah?

Iya, serius. Allah merespon langsung apa yang kita ucapkan di 5 ayat Surat Al-Fatihah yaitu ayat ke 2, 3, 4, 5, 7. Indaah banget. Kita simak sama sama yuk.

Hadis dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  bersabda,

قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ الْعَبْدُ: {الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ} ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: حَمِدَنِي عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ}، قَالَ اللهُ تَعَالَى: أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي، وَإِذَا قَالَ: {مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ}، قَالَ: مَجَّدَنِي عَبْدِي – وَقَالَ مَرَّةً فَوَّضَ إِلَيَّ عَبْدِي – فَإِذَا قَالَ: {إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ} قَالَ: هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي، وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ، فَإِذَا قَالَ: {اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ} قَالَ: هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَل

Allah berfirman, “Saya membagi shalat antara diri-Ku dan hamba-Ku menjadi dua. Untuk hamba-Ku apa yang dia minta.

Apabila hamba-Ku membaca, “Alhamdulillahi rabbil ‘alamin.”

Allah Ta’ala merespon : “Hamba-Ku telah memuji-Ku.”

 

Apabila hamba-Ku membaca, “Ar-rahmanir Rahiim.”

Allah Ta’ala merespon : “Hamba-Ku mengulangi pujian untuk-Ku.”

 

Apabila hamba-Ku membaca, “Maaliki yaumid diin.”

Allah Ta’ala merespon : “Hamba-Ku mengagungkan-Ku.”

Dalam riwayat lain, Allah merespon : “Hamba-Ku telah menyerahkan segala urusannya kepada-Ku.”

 

Apabila hamba-Ku membaca, “Iyyaka na’budu wa iyyaaka nasta’in.”

Allah Ta’ala merespon : “Ini antara diri-Ku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku sesuai dengan apa yang ia minta.”

 

Apabila hamba-Ku membaca, “Ihdinas-Shirathal mustaqiim….dst. sampai akhir surat.

Allah Ta’ala merespon : “Ini milik hamba-Ku dan untuk hamba-Ku sesuai apa yang ia minta.”

(HR. Ahmad 7291, Muslim 395 dan yang lainnya)

 

Keterangan Hadis:

[1] Hadis ini menunjukkan bahwa al-Fatihah adalah rukun Shalat, karena Allah menyebut al-Fatihah dengan kata shalat.

[2] Al-Fatihah disebut shalat, karena surat ini dibaca saat shalat. Dan seorang hamba yang membaca surat ini ketika shalat, dia hakikatnya sedang melakukan dialog dengan Rabbnya.

[3] Allah membagi bacaan al-Fatihah dalam shalat menjadi 2, setengah untuk Allah dan setengah untuk hamba. Setengah untuk Allah ada di bagian awal, bentuknya adalah pujian untuk Allah. Mulai dari ayat, ‘Alhamdulillahi rabbil ‘alamin’ sampai ‘Maliki yaumiddin.

Sementara setengahnya untuk hamba, yaitu doa memohon petunjuk agar seperti orang yang telah mendapat nikmat.

[4] Ada satu ayat yang dibagi dua, yaitu ayat iyyaaka na’budu wa iyyaka nasta’in. setengah untuk hamba, setengah untuk Allah. Iyyaka na’budu, ini untuk Allah, dan iyyaka nasta’in, ini untuk hamba.

 

Itulah dialog antara hamba dengan Allah saat kita membaca surat Al-Fatihah. Sangat indah bukan? Mulai sekarang kita sama-sama hayati bacaan Salat kita yuk, terutama Surat Al-Fatihah. Jika Surat ini sudah dihayati, barulah kita pelajari surat yang lainnya secara bertahap. Semangat mengamalkan ya! Semoga semakin meningkatkan rasa khusyu’ kita ketika menjalani ibadah shalat.

Mengenai pertanyaan, bagaimana itu bisa terjadi? Bukankah yang membaca surat al-Fatihah itu ribuan manusia? Lalu bagaimana cara Allah berdialog dengan mereka semua?

Jawaban Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com), yaitu :

Pertanyaan ini bukan urusan kita. Allah Maha Kuasa untuk melakukan apapun sesuai yang Dia kehendaki. Dan tidak semua perbuatan Allah, bisa dinalar oleh logika manusia. Kewajiban kita adalah meyakini bahwa itu terjadi secara hakiki, sementara bagaimana prosesnya, Allah yang Maha Tahu.

Demikian, Allahu a’lam bishawab.

 

Referensi :

HR. Ahmad No. 7291 dan HR. Muslim No. 395.

Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Ustadz Rizal Fadli Nurhadi : https://www.tiktok.com/@abutakeru0/video/7171623183181712666