Tim Jurnalistik SMAIT As-Syifa Wanareja Boarding School Subang
Allah Subhanawata’ala berfirman :
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
📖 (QS. Al-Isrā’: 36)
Di era digital yang begitu cepat dan penuh distraksi, menjaga kesehatan otak dan kejernihan hati menjadi bagian penting dari jihad intelektual kita. Banyak di antara kita yang sibuk mengasah jari di layar, tapi lupa mengasah akal di kepala. Kita sering mendengar istilah brain rot—otak yang ‘membusuk’ karena terlalu banyak mengonsumsi konten dangkal. Tapi, apakah kita sungguh sadar bahwa ini bisa merusak kualitas belajar, bahkan masa depan generasi?
Mari kita pahami lebih dalam, agar ilmu yang kita cari tidak sekadar menumpuk di kepala, tapi menumbuhkan hikmah dalam jiwa.
Istilah brain rot bukan istilah medis, tapi cermin realitas zaman. Ia menggambarkan penurunan fungsi otak akibat terlalu sering terpapar konten digital instan dan dangkal.
Otak yang seharusnya aktif berpikir dan meneliti, malah dimanjakan oleh hiburan cepat dan visual singkat.
Coba renungkan…
Berapa lama kita bisa membaca buku tanpa tergoda membuka notifikasi Gawai?
Berapa banyak waktu belajar yang tersita untuk sekadar menonton video tanpa makna?
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ﷺ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
(Ni‘matāni maghbūnun fīhimā katsīrun minan-nās: ash-shihhah wal-farāgh)
“Dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.”
📚 (HR. Bukhari, no. 6412)
Ya, brain rot membuat kita lalai menggunakan dua nikmat besar itu. Waktu belajar tersia-sia, dan kesehatan otak pun menurun tanpa terasa.
Fenomena brain rot bukan sekadar isu teknologi, tapi krisis perhatian dan keikhlasan dalam belajar.
Berikut dampaknya yang kian nyata di lingkungan pendidikan:
Padahal Islam sangat menekankan pentingnya tafaqquh (pemahaman mendalam).
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
📖 (QS. Al-Mujādilah: 11)
Artinya, berpikir mendalam bukan sekadar aktivitas intelektual, tapi juga spiritual.
Fenomena ini muncul bukan tanpa sebab. Beberapa pemicu utamanya adalah:
Dalam Islam, tafakkur (merenung) adalah bagian dari pengembangan Spiritual.
خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
“Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal.”
📖 (QS. Āli ‘Imrān: 190)
Artinya, berpikir mendalam bukan sekadar aktivitas intelektual, tapi juga spiritual.
Menjaga otak agar tetap cerdas dan bersih adalah bentuk syukur kepada Allah atas karunia akal. Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh siswa, guru, maupun orang tua:
Sekolah dan keluarga perlu menyadari bahwa pendidikan bukan hanya soal nilai akademik, tapi pembentukan kesadaran dan kebersihan pikiran.
Guru menjadi teladan dalam disiplin digital, orang tua menjadi pengawas yang penuh kasih, dan siswa menjadi penuntut ilmu yang sadar tanggung jawab spiritualnya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barang siapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”
📚 (HR. Muslim, no. 2699)
Maka, menuntut ilmu dengan hati yang jernih dan otak yang sehat adalah ibadah. Menghindari brain rot bukan sekadar menjaga konsentrasi, tapi juga menjaga amanah akal yang Allah Swt. titipkan.
Otak adalah anugerah besar. Ia ibarat lampu yang menerangi perjalanan hidup. Jika lampu itu dibiarkan kotor dan redup oleh brain rot, maka cahaya ilmu pun padam.
Namun jika dijaga dengan dzikir, disiplin, dan rasa syukur, ia akan menjadi pelita yang menerangi dunia.
Mari bersama kita rawat akal, jaga hati, dan gunakan teknologi dengan bijak — agar pendidikan kita tidak sekadar mencerdaskan pikiran, tapi juga menyuburkan iman dan menumbuhkan insan beradab.
Wallohu’alam bi shawab
Referensi :
https://www.halodoc.com/artikel/brain-rot-akibat-kecanduan-gadget-ini-fakta-yang-perlu-diketahui
https://www.alodokter.com/brain-rot-lemah-otak-akibat-kecanduan-gadget
https://hellosehat.com/mental/kecanduan/brain-rot/
https://daaruttauhiid.sch.id/keutamaan-membaca-al-quran-dalam-kehidupan-sehari-hari/
Do the best…