School Info
Wednesday, 16 Jul 2025
  • Selamat Datang di Website SMAIT As-Syifa Boarding School Wanareja
  • Selamat Datang di Website SMAIT As-Syifa Boarding School Wanareja
16 July 2025

Belajar Ekonomi: Cinta yang Tak Tergoyahkan, Membaca Inelastisitas Sempurna dalam Kesetiaan Zainab dan Abu al-‘Ash

Wed, 16 July 2025 Read 18x Uncategorized

Dalam ilmu ekonomi, dikenal sebuah konsep yang disebut permintaan inelastis sempurna yaitu keadaan di mana jumlah barang yang diminta tidak berubah, berapa pun harga yang ditawarkan. Grafiknya tegak lurus, menggambarkan kesetiaan yang mutlak terhadap satu pilihan, tanpa ada substitusi.

Namun, konsep ini tidak hanya relevan dalam dunia ekonomi. Dalam ranah sosial dan emosional, kesetiaan dalam relasi antar manusia juga sering kali menunjukkan karakteristik yang sangat mirip dengan inelastis sempurna. Dua kisah klasik satu dari sejarah Islam, satu dari kisah epik Ramayana — menghadirkan gambaran yang menarik tentang bagaimana cinta dan kesetiaan bisa menjadi “permintaan” yang tak tergoyahkan oleh keadaan apa pun.

1. Konsep Inelastis Sempurna dalam Ekonomi

Permintaan dikatakan inelastis sempurna ketika:

  • Konsumen tetap membeli jumlah yang sama tak peduli berapa pun harganya.

  • Tidak ada barang pengganti yang relevan.

  • Contoh nyata: obat yang sangat dibutuhkan pasien (life-saving medicine), atau satu-satunya barang penting bagi kelangsungan hidup.

Dalam hubungan antar manusia, “harga” bisa dimaknai sebagai tantangan, penderitaan, atau godaan. Bila seseorang tetap setia meskipun diuji oleh “harga yang mahal”, maka ia sedang mempraktikkan kesetiaan yang inelastis sempurna.

2. Kisah Zainab dan Abu al-‘Ash: Kesetiaan di Tengah Dua Dunia

Ketika Zainab binti Muhammad ﷺ memeluk Islam dan suaminya belum, ia tidak serta-merta meninggalkan cintanya. Ketika Islam mengharuskan keduanya berpisah, Zainab taat, namun tetap menyimpan cinta yang dalam. Begini kisah lengkapnya:

Saat Nabi ﷺ diutus sebagai Rasul dan Islam mulai menyebar, Zainab masuk Islam lebih dulu, namun suaminya (Abu al-‘Ash) belum memeluk Islam dan tetap dalam agama Quraisy. Ketika terjadi Perang Badar, Abu al-‘Ash ikut berperang di pihak Quraisy dan ditawan oleh pasukan Muslim. Setelah itu, Zainab mengirimkan kalung pemberian ibunya, Khadijah, sebagai tebusan suaminya. Nabi ﷺ terharu melihat kalung itu dan membebaskan Abu al-‘Ash, dengan syarat ia mengizinkan Zainab kembali ke Madinah bersama ayahnya (karena tidak boleh ada ikatan pernikahan antara Muslimah dan musyrik).

Beberapa waktu setelah Zainab di Madinah, Abu al-‘Ash pergi berdagang ke Syam. Dalam perjalanan pulang ke Mekkah, kafilah dagangnya dicegat oleh pasukan Muslim, dan hartanya dirampas. Abu al-‘Ash berhasil melarikan diri dan masuk diam-diam ke Madinah pada malam hari, lalu minta perlindungan kepada Zainab. Zainab menyambutnya, lalu keesokan harinya, ia datang ke masjid dan berdiri di tengah-tengah kaum Muslimin, seraya berkata: “Aku telah memberikan perlindungan kepada Abu al-‘Ash bin Rabi’.”

Nabi ﷺ menghormati pernyataan putrinya, lalu berkata kepada para sahabat: “Kami menghormati perlindungan yang diberikan oleh Zainab”. Para sahabat pun mengembalikan semua harta dagang milik Abu al-‘Ash, tanpa menyentuh sedikit pun. Abu al-‘Ash pun kembali ke Mekkah, mengembalikan semua amanah dagang kepada para pemiliknya, lalu menyatakan keislamannya secara sukarela. Ia kemudian berhijrah ke Madinah dan kembali kepada Zainab sebagai suami yang Muslim.

Abu al-‘Ash menunjukkan nilai kesatria yang luar biasa:

  • Tak menyentuh istrinya saat ia belum Muslim.

  • Menjaga amanah dagang dan mengembalikan seluruh barang curian sebelum ia masuk Islam.

  • Setelah itu, ia datang dengan tulus dan bebas memilih Islam, lalu bersatu kembali dengan Zainab.

Inelastisitas cinta mereka tampak dari:

  • Zainab tetap setia meski pisah kota, pisah agama.

  • Abu al-‘Ash pun memilih jalan jujur dan kembali karena cinta, bukan tekanan.

Cinta Zainab adalah “jumlah permintaan tetap”, meski “harga” cinta itu adalah pengorbanan, jarak, dan kerinduan.

3. Kisah Rahwana: Cinta Tanpa Substitusi

Dalam lakon Ramayana versi Nusantara, Rahwana sering digambarkan bukan sekadar tokoh antagonis, tapi sosok tragis yang mencintai Sinta dengan kesetiaan mutlak.

Di dalam beberapa versi wayang dan interpretasi lokal di Jawa:

  • Rahwana (atau Dasamuka) bukan hanya digambarkan sebagai raksasa jahat, tapi juga sebagai tokoh tragis dan dalam, yang sangat mencintai Sinta dengan tulus.

  • Ia tidak menyentuh Sinta karena menghormatinya, dan tetap menunggu cintanya berbalas.

  • Beberapa interpretasi lokal (terutama dalam filsafat Jawa atau lakon-lakon pewayangan kontemporer), menyebut bahwa:

    • Rahwana lebih konsisten mencintai Sinta,

    • Lebih tulus, bahkan berkorban tanpa pamrih,

    • Sedangkan Rama terlihat keras, terlalu kaku dengan norma, dan tidak mempercayai istrinya sendiri.

Dalam versi ini, Rahwana dianggap sebagai simbol cinta yang tidak egois, meski caranya salah, sementara Rama adalah simbol keadilan, tapi dingin dan kurang manusiawi.

  • Ia tidak menyentuh Sinta, meski bisa.

  • Ia tidak menikah lagi, tidak mencari pengganti.

  • Ia bertahan dengan satu harapan: Sinta akan mencintainya kembali.

Kesetiaan Rahwana terhadap Sinta dapat diibaratkan seperti permintaan inelastis sempurna:

  • Tidak berubah meski kondisi “harga” cintanya sangat mahal (perang, ancaman, penolakan).

  • Tidak mencari substitusi (wanita lain).

  • Tetap menginginkan “1 unit barang bernama Sinta”, bahkan hingga ajal menjemput.

4. Kisah Rama: Ksatria atau Rasional?

Sebaliknya, Rama menunjukkan sisi yang lebih rasional, seperti konsumen yang mempertimbangkan banyak faktor:

  • Ia mencintai Sinta, tapi tidak sepenuhnya percaya setelah Sinta diculik.

  • Meminta bukti kesucian melalui uji api (Agni Pariksha).

  • Bahkan akhirnya mengasingkan Sinta meski ia lulus ujian, karena tekanan masyarakat.

Ini adalah contoh cinta yang tidak sepenuhnya inelastis — ia berubah tergantung harga sosial, reputasi, dan pertimbangan lain.

Kesetiaan sebagai Permintaan Inelastis Sempurna

Konsep ekonomi bisa menjelaskan banyak hal dalam kehidupan manusia. Kesetiaan Zainab dan Abu al-‘Ash, serta cinta tragis Rahwana kepada Sinta, mencerminkan bahwa dalam beberapa kondisi, cinta dan kesetiaan bisa menjadi permintaan inelastis sempurna: tetap pada satu pilihan meski digoyang berbagai ujian, tidak tergantikan, dan tidak bisa ditawar.

Mungkin bukan harga atau logika yang menentukan pilihan hati, tapi keutuhan jiwa seperti konsumen yang hanya menginginkan satu barang, meski semua harga dinaikkan setinggi langit.

Terakhir, untuk menutup artikel ini. Berikut kutipan perkataan Rahwana yang bisa pembaca simak dengan baik:

“Akulah yang berani memperjuangkanmu (Shinta) hingga rela mati bersama Alengka yang terbakar. Bukan dia (Rama) yang mengirim pasukan kera dan meragukan kesucianmu hingga melakukan sumpah obong”.

“Tuhan, jika cintaku pada Shinta terlarang. Mengapa Engkau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku?”

Disclamer on: penulis bersikap netral, tidak membenarkan atau menyalahkan kisah atau perilaku siapapun disini.

Agenda

25
Jun 2025
time : 15:11
Agenda is expired

Info Sekolah

SMAIT As-Syifa Boarding School Wanareja

NPSN 20404xxx
Blok Lw. Peuris RT/RW 07/02, Wanareja, Kec. Subang, Kabupaten Subang, Jawa Barat 41211
PHONE6281222111454
EMAILsmait-wanareja@assyifa-boardingschool.sch.id