Perjalananku Mempelajari Bahasa Inggris dari Nol

Perjalananku Mempelajari Bahasa Inggris dari Nol

Perjalananku Mempelajari Bahasa Inggris dari Nol

 

Tahun 2016 menjadi awal di mana saya akhirnya memutuskan untuk belajar bahasa Inggris. Saat itu, saya benar-benar mempelajarinya dari nol, mulai dari phoneme yang berwujud A, B, C, D hingga kalimat-kalimat yang tingkat kerumitannya setengah mati. Awalnya, tentu saja terasa sulit. Namun, saya percaya bahwa man jadda wajada (siapa yang bersungguh-sungguh pasti berhasil). Saya mengambil empat program kursus, yaitu program speaking, pronunciation, vocabulary, dan grammar. Saya banyak mengalami kesulitan di program speaking. Sebagai orang Sunda yang kala itu kesehariannya berbahasa Jawa, cukup kewalahan untuk menghilangkan aksen medok saya. Namun, seiring tekunnya berlatih, aksen medok itu hilang juga.

Untuk program vocabulary, saya tidak begitu mengalami kesulitan. Hal itu karena metode yang diaplikasikan dalam program tersebut adalah menghafal, dan menghafal adalah kegiatan yang sudah biasa saya lakukan di pesantren dulu. Untuk metode menghafal vocabulary itu sendiri, misalnya saya diberi 50 vocabulary, saya bisa menggunakan cara unik seperti ini:

  1. Jackfruit: nanas (Ingat si Jack “nama orang” tambahkan fruit, jadi nanas)
  2. Starfruit: belimbing (Star itu bintang, ingatlah bahwa buah yang mirip bintang itu belimbing)
  3. Banana: pisang (“Ba” seperti “mbak” dalam bahasa Jawa, dan “nana” itu nama orang. Jadi, ingat banana, ingat pisang).

Metode seperti ini membantu saya untuk mengingat vocabulary lebih mudah dan menyenangkan.

Kemudian, untuk program pronunciation, saya cukup terbantu berkat pelajaran makhorijul huruf yang dulu saya pelajari di pesantren. Bagaimanapun, pronunciation dalam bahasa Inggris tak ada bedanya dengan pengucapan dalam makhorijul huruf. Begitupun dengan program grammar. Pelajaran nahwu yang pernah saya pelajari di pesantren telah membantu saya dalam mempelajari struktur bahasa Inggris. Meskipun demikian, mempelajari struktur bahasa artinya harus banyak berlatih. Lebih dari 365 hari yang saya habiskan untuk mempelajari bahasa Inggris, membuat saya tahu bagaimana cara mempelajarinya.

Untuk bisa berbicara bahasa Inggris, tentunya saya dituntut untuk banyak berlatih. Dalam hal ini, tentu hafalan vocabulary dan juga pronunciation sangat bermanfaat ketika saya mengaplikasikannya dalam speaking. “Salah” tak apa, yang penting mau berlatih. Speaking bisa dilakukan dari hal-hal sederhana, seperti misalnya saya sering berbicara sendiri kala mengendarai sepeda sembari melihat sekeliling dan menggunakan bahasa Inggris. Contoh: “That is the big tree” (ketika saya melihat pohon besar), atau mungkin mengungkapkan suasana hati menggunakan bahasa Inggris seperti “I am tired” (saya capek).

Tingkatannya pun pastinya bertahap untuk mencapai kesempurnaan. Misalnya, dulu ketika saya belum tahu grammar, saya selalu melontarkan pertanyaan seperti ini kepada teman saya: “Do you have taken a bath?” Setelah saya mempelajari grammar, saya baru tahu bahwa seharusnya “Have you taken a bath?”. Dulu, saya hanya tahu bahwa cantik itu “beautiful”. Setelah saya mempelajari vocabulary, saya jadi tahu bahwa ungkapan “cantik” itu bermacam-macam. Untuk mempelajari vocabulary, selain menghafalnya, cara yang saya gunakan adalah dengan menuliskan setiap vocabulary dan mencari definisinya, kemudian contoh kalimatnya.

Untuk pronunciation, saya lebih banyak membaca simbol-simbol menggunakan kamus Oxford. Dan untuk grammar, saya menggunakan metode menulis yang rapi dan terstruktur. Selain itu, saya memiliki kebiasaan memposting materi baru yang saya pelajari ke akun media sosial. Dengan cara ini, saya tidak hanya membagikan ilmu tetapi juga menggunakannya sebagai pengingat bagi diri sendiri. Misalnya, ketika mempelajari pola exclamatory phrase, saya menuliskan contoh kalimatnya di story. Hal sederhana seperti ini membantu saya menginternalisasi materi lebih baik sambil tetap menjaga semangat belajar. Pada intinya, banyak berlatih karena practice makes perfect.

Salah satu yang memotivasi saya adalah bahwa “hasil tidak akan mengkhianati usaha”. Bahkan, saya banyak menuliskan motivasi di buku tulis saya. Selain itu, karena program tersebut membutuhkan biaya yang cukup banyak, saya merasa harus berhasil guna membahagiakan orang tua. Semangat itu terus mendorong saya untuk tidak menyerah dan terus berusaha hingga mencapai tujuan saya dalam menguasai bahasa Inggris.