Indonesia, satu negara yang terletak di bagian timur bumi, benua Asia bagian tenggara, negara yang hampir sepenuhnya dibatasi oleh lautan dan samudera, negara yang terletak dalam cincin api bumi sehingga banyak gunung api aktif yang melingkunginya, negara yang dilintasi oleh garis khatulistiwa bumi, negara yang mempunyai keindahan bak surga di dalamnya, kaya akan berbagai hasil alam, hasil bumi, budaya, ragam bahasa, suku, ras, agama dan keunikan di setiap daerahnya, hingga negara yang satu ini terkenal dengan sebutan “Zamrud Khatulistiwa”, dan bisa dikatakan juga surganya dunia.
Indonesia, tidak luput dari bagaimana negara ini bisa berdiri dan nampak di permukaan bumi juga mata dunia. Negara dengan berjuta kekayaan dan keindahan ini nampaknya menarik mata dan hati orang yang berkunjung ke dalamnya. Bukan hanya karena alamnya, namun karena keramahan hati dan kesopanan penduduknya, serta adat istiadat dan juga tatakrama yang amat elok pun nampaknya membuat yang datang berkunjung pun semakin terpikat dan jatuh hati.
Adat, tatakrama dan budaya di Indonesia tak terlepas dari peran agama yang ada di Indonesia, khususnya agama Islam, agama dengan jumlah pemeluk mayoritas di negeri ini. Baik dari kalangan tua, muda, remaja hingga anak-anak, mayoritas memeluk agama Islam. Islam telah sampai di bumi pertiwi ini sejak abad ke-7 Masehi atau awal-awal abad Hijriah.[1] Karena hal itulah agama Islam mempunyai banyak pengaruh terhadap perkembangan adat, tatakrama dan budaya yang ada di Indonesia ini.
Islam datang ke Nusantara dengan disambut dengan tangan terbuka oleh para penduduknya. Sebagaimana yang diceritakan dalam Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah bahwa perkembangan Islam dari masa ke masa menunjukkan perkembangan yang pesat. Tidak terkecuali di Indonesia, hingga akhirnya menjadi agama dengan pemeluk terbesar di negeri ini, bahkan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Islam sebagaimana kita ketahui sebagai hamba Allah swt. yang taat, bahwasanya Islam adalah agama semesta alam, sebagaimana disebutkan dalam Alquran:
وَمَآ أَرۡسَلۡنَٰكَ إِلَّا رَحۡمَةٗ لِّلۡعَٰلَمِينَ ١٠٧
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya` [21]: 107)
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلۡإِسۡلَٰمُۗ … الآية ١٩
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali-‘Imran [3]: 19)
Dan sebagaimana kita ketahui juga bahwa Indonesia adalah mayoritas pemeluk Islam, maka bisa dipastikan kebanyakan pemudanya beragamakan Islam. Islam sebagai agama semesta alam dan juga sebagai agama yang hanya diridhai oleh Allah swt. sebagai Tuhan Yang Maha Esa, tentu saja memperhatikan berbagai macam urusan-urusan atau perkara-perkara yang ada di dunia ini, sebagai contoh adalah bagaimana Islam mengatur para pemuda, dan juga tentang bagaimana cara bersosial masyarakat. Hanya Islam-lah satu-satunya agama yang memperhatikan sampai ke sudut-sudut terkecil perkara dunia ini, yang telah dijelaskan dalam kitab-Nya yaitu Alquran dan melalui sunnah Nabi Muhammad saw.
Lantas, apa saja yang perlu diketahui dan dilakukan oleh para pemuda Indonesia melalui sudut pandang agama Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin (agama semesta alam) dan juga agama mayoritas di Indonesia? Pertama-tama, penulis akan paparkan terlebih dahulu bagaimana kehidupan para pemuda di zaman Rasulullah saw. dan juga bagaimana beliau saw. mendidik mereka.
Rasulullah saw. sebagai panutan dan tuntunan semesta alam telah mengajari banyak hal kepada para pemuda di zamannya. Hal ini adalah karena para pemuda lah yang masih mempunyai jiwa api dalam dirinya, dan juga tenaga serta tekad yang kuat ketimbang para sahabat yang sudah tua. Demikian pula Rasulullah saw. pun telah memberikan nasihat kepada para pemuda baik yang hidup di zamannya, maupun di zaman yang akan datang setelahnya. Maka hal ini tidak mengecualikan kepada para pemuda Indonesia, apalagi pemuda Indonesia mayoritas adalah pemeluk agama Islam.
Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwasanya Rasulullah saw. selalu memupuk rasa takwa dan juga akhlak terpuji kepada para pemuda, demikian nasihat beliau kepada para pemuda seperti dalam sebuah riwayat berikut ini:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه و سلم – بِمَنْكِبِي، فَقَالَ: ” كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ “، وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar semoga Allah meridhai keduanya, ia berkata: Rasulullah saw. memegang kedua pundakku sembari mengatakan: “Jadilah kamu di dunia ini seperti orang asing atau penyebrang jalan.”, Dan Ibnu ‘Umar menjelaskan: Jika engkau berada di waktu sore, maka janganlah engkau menunggu waktu pagi. Dan jika engkau berada di waktu pagi, maka janganlah engkau menunggu waktu sore. Dan gunakanlah waktu sehatmu sebelum waktu sakitmu, dan dari hidupmu sebelum matimu. (HR. Al-Bukhari no. 6416; At-Tirmidzi no. 2333; Ibnu Majah no. 4114; Ahmad no. 4750, 4982, 6121; Ibnu Hibban no. 698; An-Nasa`i no. 11803, dengan lafaz dari Imam Al-Bukhari)
Ibnu Bathal rahimahullah menjelaskan bahwasanya dalam hadis ini terdapat isyarat untuk mengedepankan sikap zuhud terhadap kehidupan dunia dan menyiapkan perbekalan secukupnya. Sebagaimana musafir tidak membutuhkan bekal lebih dari apa yang sanggup mengantarkannya sampai ke tujuannya. Demikian pula dengan seorang mukmin, ia tidak butuh lebih dari apa yang dapat mengantarkannya sampai ke tujuan akhirnya.[2]
Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma adalah seorang pemuda pada masa Rasulullah saw. masih hidup. Beliau adalah seorang sahabat yang selalu mengikuti dan meniru-niru apa yang Rasulullah saw. lakukan. Oleh karena itulah Rasulullah saw. memberikan nasihat khusus kepada Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma agar menjadi seorang pemuda yang zuhud dan tidak mengedepankan urusan keduniaan.
Hadis lainnya yang menerangkan bahwa Rasulullah saw. adalah seorang yang sangat memperhatikan para pemuda adalah sebagai berikut ini:
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – : ” إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَعْجَبُ مِنَ الشَّابِّ لَيْسَتْ لَهُ صَبْوَةٌ ”
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla sangat kagum terhadap pemuda yang tidak memiliki shobwah (kecenderungan untuk menyimpang dari kebenaran) dalam dirinya”. (HR. Ahmad no. 16920)
حَدَّثَنَا مَالِكٌ، أَتَيْنَا إِلَى النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – وَنَحْنُ شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُونَ، فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ يَوْمًا وَلَيْلَةً، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – رَحِيمًا رَفِيقًا، فَلَمَّا ظَنَّ أَنَّا قَدِ اشْتَهَيْنَا أَهْلَنَا أَوْ قَدِ اشْتَقْنَا سَأَلَنَا عَمَّنْ تَرَكْنَا بَعْدَنَا، فَأَخْبَرْنَاهُ، قَالَ: ” ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ، فَأَقِيمُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَمُرُوهُمْ، وَذَكَرَ أَشْيَاءَ أَحْفَظُهَا أَوْ لَا أَحْفَظُهَا وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي، فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ ”
Telah menceritakan kepada kami Malik bin Al-Huwairits, kami mendatangi Nabi saw. dan kami adalah para pemuda yang hampir sebaya. Kami tinggal bersama Rasulullah saw. selama 20 hari 20 malam. Dan adalah Rasulullah saw. adalah seseorang yang sangat penyayang lagi bersahabat. Ketika beliau mengetahui kami sedang merindukan keluarga kami, beliau menanyakan kepada kami tentang keluarga yang kami tinggalkan, kemudian kami memberitahukannya. Beliau pun bersabda: “Pulanglah kalian kepada keluarga kalian! Tinggalah kalian bersama mereka dan ajarilah mereka dan perintahkanlah kepada mereka. dan Rasulullah saw. menyebutkan banyak hal, hingga ada sebagian yang bisa kami hafal dan yang kami tidak hafal. (Beliau saw. bersabda) Shalat lah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat. Apabila telah datang waktu shalat, maka kumandangkanlah adzan dan tunjuklah imam yang paling tua di antara kalian!” (HR. Al-Bukhari no. 631; Muslim no. 675)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ: ” كَانَ شَبَابٌ مِنَ الْأَنْصَارِ سَبْعِينَ رَجُلًا، يُسَمَّونَ: الْقُرَّاءُ، قَالَ: كَانُوا يَكُونُونَ فِي الْمَسْجِدِ، فَإِذَا أَمْسَوْا انْتَحَوْا نَاحِيَةً مِنَ الْمَدِينَةِ، فَيَتَدَارَسُونَ وَيُصَلُّونَ، يَحْسِبُ أَهْلُوهُمْ أَنَّهُمْ فِي الْمَسْجِدِ، وَيَحْسِبُ أَهْلُ الْمَسْجِدِ أَنَّهُمْ عِنْدَ أَهْلِيهِمْ، حَتَّى إِذَا كَانُوا فِي وَجْهِ الصُّبْحِ، اسْتَعْذَبُوا مِنَ الْمَاءِ، وَاحْتَطَبُوا مِنَ الْحَطَبِ، فَجَاءُوا بِهِ، فَأَسْنَدُوهُ إِلَى حُجْرَةِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَبَعَثَهُمْ النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – جَمِيعًا، فَأُصِيبُوا يَوْمَ بِئْرِ مَعُونَةَ، فَدَعَا النَّبِيُّ – صلى الله عليه وسلم – عَلَى قَتَلَتِهِمْ خَمْسَةَ عَشَرَ يَوْمًا فِي صَلَاةِ الْغَدَاةِ “.
Dari Anas bin Malik ia berkata: “Bahwa ada 70 pemuda dari kalangan Anshar, mereka adalah para “Al-Qurra`” (Para pembaca Alquran). Mereka biasa tinggal di Masjid Nabawi. Apabila waktu sore tiba, mereka keluar menuju pinggiran kota Madinah, lalu mereka belajar bersama dan mendirikan shalat. Para keluarganya mengira mereka sedang berada di masjid, sedangkan orang-orang di masjid mengira mereka pulang ke keluarga mereka. Hingga ketika tiba waktu shubuh, mereka pun pergi mencari air dan kayu bakar yang mereka bawa. Kemudian mereka menyandarkannya di bilik Rasulullah saw. Kemudian Nabi saw. mengutus mereka semua, kemudian mereka semua dibunuh dan dibuang ke dalam sumur. Maka Nabi saw. pun berdoa (qunut) selama 15 hari pada shalat pagi (shubuh) atas terbunuhnya mereka. (HR. Ahmad no. 13050)
Dari beberapa keterangan riwayat ini menunjukkan bahwasanya Nabi Muhammad saw. sangat senang dan penyayang terhadap para pemuda. Beliau saw. sangat berhati-hati dan mengajarkan ajaran agama Islam secara lebih kepada mereka. Bahkan ada para pemuda yang langsung beliau privat di rumah beliau sendiri untuk diajari agama Islam. Bahkan beliau pun melebihkan rasa sayangnya kepada para pemuda dengan memberikan nasihat sebagaimana yang terdapat dalam riwayat berikut ini:
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَزِيدَ، قَالَ: دَخَلْتُ مَعَ عَلْقَمَةَ والْأَسْوَدِ عَلَى عَبْدِ اللَّهِ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – شَبَابًا لَا نَجِدُ شَيْئًا، فَقَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم -: ” يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ ”
Dari ‘Abdurrahman bin Yazid ia berkata: Aku datang kepada ‘Abdullah bersama ‘Alqamah dan Al-Aswad, kemudian ‘Abdullah menceritakan: Bahwasanya bersama kami ada Nabi saw dan seorang pemuda yang tidak pernah kami temui. Maka Rasulullah saw. bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian yang telah sanggup untuk menikah, maka menikahlah! Karena sesungguhnya ia itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga farji. Dan barangsiapa yang belum sanggup, maka shaumlah, karena sesungguhnya ia adalah tameng baginya (dari hawa nafsu). (HR. Al-Bukhari no. 5066; Muslim no. 1402; At-Tirmidzi no. 289:1; Abu Dawud no. 2046. Dengan lafaz dari Imam Al-Bukhari)
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: ” كُنَّا نَغْزُو مَعَ النَّبِيِّ – صلى الله عليه وسلم – وَنَحْنُ شَبَابٌ … الحديث”
Dari Ibnu Mas’ud ia berkata: “Kami ikut berperang bersama Rasulullah saw. padahal saat itu kami masih muda. (HR. Ahmad no. 3698, 4102)
Dari semua keterangan berikut ini menjelaskan bahwasanya para pemuda di zaman Rasulullah saw., sangat beliau perhatikan pendidikan agamanya. Bahkan banyak di kalangan pemuda yang sudah hafiz Alquran di usia yang masih sangat belia. Hingga mereka pun menjadi imam di daerah mereka masing-masing. Seperti contohnya adalah seorang Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu. Beliau adalah seorang hafiz Alquran, dan imam di daerahnya dan juga terkenal karena kemerduannya dalam membaca Alquran. Dari kalangan Tabi’in pun banyak yang sudah hafiz sejak belia, yaitu seperti Imam Madzhab, Asy-Syafi’i, yang sudah hafiz dan hafal ribuan hadis sejak beliau masih kecil. Dari generasi berikutnya, seperti sang penakluk Konstantinopel, Muhammad Al-Fatih, yang dalam usia belum genap 21 tahun sudah mampu memimpin sebuah negara besar Turki Utsmani.
Maka dari sini, para pemuda Indonesia haruslah berkaca kepada para pemuda di zaman Rasulullah saw. dalam bagaimana mereka sangat tekun dalam mempelajari ilmu agama dan akhlak yang mulia. Yang sesuai dengan tuntunan Allah swt. dan rasul-Nya. Menjaga diri dari gemerlapnya keindahan dunia yang amat menipu ini, dengan sikap zuhud. Mencintai masjid-masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan umat Islam. Mengisi waktu dengan berduaan dengan Alquran dan memahami maknanya. Kemudian memperhatikan nasihat-nasihat Nabi saw. dalam sunnahnya sehingga kelak pada akhirnya para pemuda bisa maju sebagai tiang tonggak yang memperjuangkan agama Islam, juga membawa cahaya pada negeri tempat ia tinggal dengan menjadi kader-kader saleh. Dan kini patut kita syukuri juga bahwa sekarang sedang hits dan trend gaya “pemuda hijrah”, yang digalakkan oleh para pemuda yang ingin kembali menjadi jati dirinya sebagai pemuda Islam yang mencintai agama dan rasul-Nya.
Dari sini pun kita menyadari bahwa ternyata peran pemuda bagi agama Islam sangatlah penting, jika pemuda Islam khususnya di Indonesia ber-rata-ratakan orang yang baik agamanya dan baik akhlaknya, bisa dikatakan Islam di Indonesia sangatlah baik dan akan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya. Akan tetapi sebaliknya, jika pemuda Islam di Indonesia sudah rusak akhlak, jiwa sosial dan individunya, maka tunggulah kehancuran yang akan datang pada negeri tersebut.
Adapun kini fakta tentang kepedulian sosial pun telah dijelaskan dalam agama Islam dengan rinci, sebagaimana dalam riwayat berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ ّرَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ: ” حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ ” قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟، قَالَ: ” إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ ”
Dari Abu Hurairah – semoga Allah meridhainya – bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: “Hak setiap muslim atas setiap muslim lainnya ada enam.” Ditanyakan kepadanya: “Apa saja wahai Rasulullah?”, beliau bersabda: “Jika kalian berjumpa dengannya, maka ucapkanlah salam. Jika engkau diundang olehnya, maka datangilah. Jika ia meminta nasihat darimu, maka berilah ia nasihat. Jika ia bersin, maka ucapkanlah ‘Alhamdulillah’ dan balaslah ia dengan doa. Jika ia sakit, maka jenguklah ia. Jika ia meninggal, maka kuburkanlah ia.” (HR. Muslim no. 2164)
Hadis ini hanyalah satu dari sekian banyak hadis yang menunjukkan bahwasanya Islam sangat memperhatikan hubungan sosial antara masyarakat sekitar ia tinggal. Keterangan lainnya ada yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah memerintahkan kepada seseorang sahabat, jika ia memasak makanan, dan asapnya tersebut sampai ke rumah tetangganya, maka perbanyaklah kuahnya, dan bagikan masakan tersebut kepada tetangganya.
Adapun Rasulullah saw. adalah seorang uswah yang sangat mulia, yang diutus melainkan hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, tidaklah beliau memerintahkan orang-orang untuk berbuat kebaikan, melainkan beliau lah yang lebih dulu dan paling baik dalam melakukan kebaikan. Sebagaimana banyak disebutkan dalam keterangan-keterangan bahwa Rasulullah saw. di bulan-bulan biasa saja sudah sangat dermawan, apalagi ketika bulan Ramadhan tiba, beliau jauh lebih dermawan lagi. Bahkan dalam keterangan yang lain, penulis mendapatkan kisah ini pada sebuah pengajian, pernah beliau saw. ketika mempunyai sebuah baju yang baru di sebuah pasar, kemudian ada seseorang yang berkata pada Rasulullah saw.: “Wahai Rasulullah, bajumu sangat indah.” Beliau pun lantas mengerti dan memberikan bajunya tersebut kepada orang tersebut dan pulang ke rumahnya dengan telanjang dada.
Mengingat betapa pentingnya hubungan sosial masyarakat ini dibuktikan dengan fakta dalam Alquran, bahwa setiap muncul perintah melaksanakan shalat, atau katakanlah ibadah kepada Allah swt. (hablumminallah), pasti diiringi dengan perintah membayar zakat, atau katakanlah ibadah kepada Allah yang berkaitan dengan sesama manusia (hablumminannas). Seperti contohnya:
وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ ٤٣
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. (QS. Al-Baqarah [2]: 43)
Maka dari itu, dalam fakta sesungguhnya masih banyak lagi hal-hal yang Allah swt. tuturkan dan Rasulullah saw. contohkan dalam bagaimana seseorang berhubungan sosial dengan orang-orang sekitarnya. Mengingat betapa pentingnya menjaga hubungan kekerabatan dan silaturahmi antara setiap masyarakat, baik itu saudara seiman, maupun tidak seiman.
Oleh karenanya, inilah tugas dari para pemuda di Indonesia, yang khususnya mengaku dirinya beriman kepada Allah swt. dan Rasulullah saw. hendaknya lebih memperdalam ilmu agama dan memperkuat dan meluaskan hubungan kekerabatan dan sosial kepada banyak orang. Karena Islam sesungguhnya adalah agama kedamaian dan membawa kedamaian bagi setiap orang yang ada di sekitarnya. Jika ilmu Islam ini terkuasai, dan bisa diamalkan, maka bisa dipastikan dalam negara ini tidak akan ada yang namanya kesenjangan sosial dan ketidakmerataannya keadilan di negeri ini. Karena seseorang tidak dikatakan sempurna imannya bila tidak bisa mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.
Mengingat juga Islam adalah agama semesta alam, maka ajarannya tidak dikhususkan bagi umat Islam saja, melainkan merata bagi seluruh umat akhir zaman yang hidup sesudah datangnya sang nabi terakhir, Nabi Muhammad saw., khususnya dalam nilai-nilai berkehidupan dan kepedulian sosial.
Wallahu a’lam bishshawwab.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hatim bin Hibban. Shahih Ibnu Hibban. Beirut: Muassasah Ar-Risalah, Gawami’ Al-Kalem.
Ahmad bin Hambal. Musnad Ahmad bin Hambal. Beirut: Daar Ihya At-Turats Al-‘Arabi, Gawami’ Al-Kalem.
Al-‘Asqalani, Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu Al-Fadhli. 1379 H. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Beirut: Daar Al-Ma’rifah, al-Maktabah asy-Syamilah.
Al-Bukhari, Muhammad bin Isma’il. Shahih Al-Bukhari. Beirut: Daar Ibnu Katsir, Al-Yamamah, Gawami’ Al-Kalem.
Al-Quzwaini, Ibnu Majah. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Daar Al-Fikr, Gawami’ Al-Kalem.
An-Nasa`i. Sunan An-Nasa`i Ash-Shugra. Aleppo: Maktab Al-Mathbu’ah Al-Islamiyah, Gawami’ Al-Kalem.
As-Sijistani, Abu Dawud. Sunan Abi Dawud. Suriah: Daar Al-Fikr, Gawami’ Al-Kalem.
At-Tirmidzi, Muhammad bin ‘Isa. Jami’ At-Tirmidzi. Beirut: Daar Ihya At-Turats Al-‘Arabi, Gawami’ Al-Kalem.
Muslim bin Al-Hajjaj. Shahih Muslim. Beirut: Daar Ihya At-Turats Al-‘Arabi, Gawami’ Al-Kalem.
Suryanegara, Ahmad Mansur. 2018. Api Sejarah. Bandung: Suryadinasti, Jilid Kesatu, Cetakan IV, Edisi Revisi.
[1] Ahmad Mansur Suryanegara, Api Sejarah. Bandung: Suryadinasti, Jilid Kesatu, Cetakan IV, Edisi Revisi, 2018, hlm. 2.
[2] Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu Al-Fadhli Al-‘Asqalani, Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari. Beirut: Daar Al-Ma’rifah, 1379 H., Juz 11, hlm. 234, Al-Maktabah asy-Syamilah.
Penulis adalah alumni dari Pesantren Persatuan Islam 1 Pajagalan Bandung pada tahun 2018, S1 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada tahun 2023. Sekarang mengemban amanah menjadi Musyrif di SMAIT As-Syifa Boarding School Wanareja.