PENDAHULUAN
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah untuk manusia. Sebagai agama terakhir, Islam dilengkapi dengan seluruh perangkat aturan (hukum) yang mampu menjangkau seluruh manusia dimanapun dan kapanpun. Untuk hal ini Allah menurunkan wahyu sebagai sumber dari segala sumber aturan yang dapat digunakan manusia dalam mengatur segala urusan dan persoalan. Wahyu dimaksud adalah Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Alquran memuat wahyu yang isinya mencakup keseluruhan isi wahyu yang pernah diturunkan kepada para Nabi sebelum Muhammad saw. Isi Alquran mencakup keseluruhan asperk kehidupan manusia, mulai dari aqidah, syariah dan akhlak, hingga masalah yang terkait dengan ilmu pengetahuan.
Sebagai agama samawi yang terakhir, Islam membawa misi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam) (QS. Al-Anbiya’ [21]: 107). Artinya, risalah Islam menjangkau seluruh umat manusia dimuka bumi ini hingga akhir zaman nanti. Siapapun yang hidup pada masa Nabi Muhammad saw. dan setelahnya hingga hari akhir kelak, harus menerima risalah Islam. Karena itulah Islam dijadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya agama yang paling benar (QS. Ali-‘Imran [3]: 19 dan 85) dan berlaku hingga akhir zaman nanti. Islam juga agama paling lengkap yang isinya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek kehidupan dalam keluarga dan juga masyarakat, dalam hubungan kenegaraan, maupun hubungan ibadah kepada Tuhan. Untuk semua aspek ini Alquran menetapkan prinsip-prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah ini akan mencoba mengkaji satu aspek kehidupan manusia yang sangat penting dan mendasar, yaitu kehidupan keluarga. Perlu ditegaskan, bahwa keluarga adalah miniatur dari suatu negara yang menjadi bagian penting dan tumpuan kemajuan dan kemunduran suatu negara. Keluarga yang kuat dan harmoni menjadi modal yang sangat berharga untuk memajukan dan memperkuat suatu negara. Sebaliknya, hancurnya suatu negara bisa dimulai dari kehancuran suatu keluarga. Di sinilah pentingnya membangun keluarga yang kuat dan harmoni. Untuk membangun keluarga seperti ini dibutuhkan aturan yang benar yang sesuai dengan ajaran agama Islam sehingga mengikat keluarga untuk mematuhi dan melaksanakannya untuk membentuk akhlak yang baik.
Sebagai agama yang lengkap, Islam pasti memiliki aturan yang benar tentang pembinaan akhlak dalam keluarga, mulai dari baiamana membangun keluarga, bagaimana sikap orang tua terhadap anak dan sikap anak terhadap orang tua dan seterusnya. Alquran dan Hadis sebagai dua sumber pokok ajaran Islam, sudah menggariskan semua aturan untuk berbagai hubugan dalam keluarga, meskipun tidak secara detail. Prinsip-prinsip dasar tentang aturan dalam keluarga yang menjadi acuan dalam pembinaan akhlak mulia di dalam keluarga bisa ditemukan ketentuannya dalam Alquran dan Hadis.
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan Allah untuk manusia. Sebagai agama terakhir, Islam dilengkapi dengan seluruh perangkat aturan (hukum) yang mampu menjangkau seluruh manusia dimanapun dan kapanpun. Untuk hal ini Allah menurunkan wahyu sebagai sumber dari segala sumber aturan yang dapat digunakan manusia dalam mengatur segala urusan dan persoalan. Wahyu dimaksud adalah Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Alquran memuat wahyu yang isinya mencakup keseluruhan isi wahyu yang pernah diturunkan kepada para Nabi sebelum Muhammad saw. Isi Alquran mencakup keseluruhan asperk kehidupan manusia, mulai dari aqidah, syariah dan akhlak, hingga masalah yang terkait dengan ilmu pengetahuan.
Sebagai agama samawi yang terakhir, Islam membawa misi rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semesta alam) (QS. Al-Anbiya’ [21]: 107). Artinya, risalah Islam menjangkau seluruh umat manusia dimuka bumi ini hingga akhir zaman nanti. Siapapun yang hidup pada masa Nabi Muhammad saw. dan setelahnya hingga hari akhir kelak, harus menerima risalah Islam. Karena itulah Islam dijadikan Allah Swt. sebagai satu-satunya agama yang paling benar (QS. Ali-‘Imran [3]: 19 dan 85) dan berlaku hingga akhir zaman nanti. Islam juga agama paling lengkap yang isinya mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik aspek kehidupan dalam keluarga dan juga masyarakat, dalam hubungan kenegaraan, maupun hubungan ibadah kepada Tuhan. Untuk semua aspek ini Alquran menetapkan prinsip-prinsip yang dapat dijadikan acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Makalah ini akan mencoba mengkaji satu aspek kehidupan manusia yang sangat penting dan mendasar, yaitu kehidupan keluarga. Perlu ditegaskan, bahwa keluarga adalah miniatur dari suatu negara yang menjadi bagian penting dan tumpuan kemajuan dan kemunduran suatu negara. Keluarga yang kuat dan harmoni menjadi modal yang sangat berharga untuk memajukan dan memperkuat suatu negara. Sebaliknya, hancurnya suatu negara bisa dimulai dari kehancuran suatu keluarga. Di sinilah pentingnya membangun keluarga yang kuat dan harmoni. Untuk membangun keluarga seperti ini dibutuhkan aturan yang benar yang sesuai dengan ajaran agama Islam sehingga mengikat keluarga untuk mematuhi dan melaksanakannya untuk membentuk akhlak yang baik.
Sebagai agama yang lengkap, Islam pasti memiliki aturan yang benar tentang pembinaan akhlak dalam keluarga, mulai dari baiamana membangun keluarga, bagaimana sikap orang tua terhadap anak dan sikap anak terhadap orang tua dan seterusnya. Alquran dan Hadis sebagai dua sumber pokok ajaran Islam, sudah menggariskan semua aturan untuk berbagai hubugan dalam keluarga, meskipun tidak secara detail. Prinsip-prinsip dasar tentang aturan dalam keluarga yang menjadi acuan dalam pembinaan akhlak mulia di dalam keluarga bisa ditemukan ketentuannya dalam Alquran dan Hadis.
Pengertian Keluarga
Keluarga secara etimologi yaitu berasal dari bahasa Sansekerta “Kaluarga” yang berarti seisi rumah. Keluarga disebut sebagai seisi rumah yang terdiri dari ayah, ibu dan anak atau yang secara umum disebut juga dengan keluarga batih atau inti.
Keluarga dalam bahasa arab adalah Al-Usroh yang berasal dari kata al-asru yang secara etimologis mempunyai arti ikatan. Sementara Al-Razi mengatakan al-‘asyru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang diikat.
Keluarga secara tradisional adalah dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian darah atau adopsi (hukum) yang memiliki tempat tinggal bersama.menurut Thio, A (1989) dalam Atmarno, T (2007) keluarga diartikan sebagai: “The family: a group of related individuals who live together and cooperate as a unit”. Yaitu keluarga merupakan kelompok individu yang ada hubungannya, hidup bersama dan bekerjasama di dalam suatu unit dan bukan karena kebetulan tetapi diikat dalam pernikahan.
Keluarga secara terminologi merupakan suatu lembaga yang menduduki posisi yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Ia merupakan unit masyarakat terkecil yang terbentuk karena bersatunya seorang laki-laki dan seorang perempuan dalam suatu ikatan pernikahan. Pernikahan merupakan ikatan yang tidak hanya bersifat jasmaniah semata, akan tetapi juga bersifat ruhaniah, dan sosial (UU No.4 Tahun 1974 Tentang Pernikahan).
Secara moral, pernikahan tidak hanya berhenti pada pemuasan nafsu seksual, tetapi bermuara pada terbentuknya keluarga yang bahagia, yatu keluarga yang memiliki hubungan lahir dan batin yang harmonis dan sebagai suami harus memikirkan masa depan istri dan anak-anaknya.
Akhlak dalam keluarga berarti akhlak yang tercipta dalam sebuah keluarga yang mulanya terbentuk karena adanya sebuah budaya atau kebiasaan yang terus-menerus dilakukan. Dan oleh karena itu akan terbiasa dalam keluarga tersebut. Akhlak dalam keluarga menurut pandangan Alquran ialah akhlak yang baik. Dan dalam pendekatan Islam, keluarga adalah basis utama yang menjadi pondasi bangunan komunitas dan masyarakat Islam. Sehingga keluarga pun berhak mendapat lingkungan perhatian dan perawatan yang begitu signifikan dari Alquran.
Dalam Alquran terdapat penjelasan untuk menata keluarga, melindungi dan membersihkannya dari anarkisme jahiliyah. Dikaitkannya keluarga dengan Allah dan ketakwaan kepada-Nya dalam setiap ayat keluarga yang dilansir Alquran, sambil menyoroti dengan pancaran spiritual, sistem perundangan, dan jaminan hukum dalam setiap kondisinya.
Sistem keluarga dalam Islam terpancar dari fitrah dan karakter alamiah yang merupakan basis penciptaan pertama makhluk hidup. Hal ini tampak pada firman Allah:
وَمِن كُلِّ شَيۡءٍ خَلَقۡنَا زَوۡجَيۡنِ لَعَلَّكُمۡ تَذَكَّرُونَ ٤٩ Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah. (QS. Adz-Dzariyat [51]: 49)
Keluarga menurut konsepsi Islam menguak penggabungan fitrah antara kedua jenis kelamin. Namun, bukannya untuk menggabungkan antara sembarang pria dan wanita dalam wadah komunisme kehewanan, melainkan untuk mengarahkan penggabungan tersebut ke arah pembentukan keluarga dan rumah tangga. Allah Swt. berfirman:
وَٱللَّهُ جَعَلَ لَكُم مِّنۢ بُيُوتِكُمۡ سَكَنٗا… ٨٠
Dan Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal… (QS. An-Nahl [16]: 80)
Dengan demikian, keluarga mampu memenuhi fitrah yang terpendam dalam pangkal kosmos dan struktur manusia. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga dalam Islam adalah sistem alamiah dan berbasis fitrah yang bersumber dan pangkal pembentukan manusia, bahkan pangkal pembentukan segala sesuatu dalam semesta kosmos, dan berjalan menurut cara Islam dalam mentautkan sistem yang dibangunnya untuk manusia dan sistem yang dibangun Allah untuk seluruh semesta.
Dalil-dalil Tentang Keluarga
Terdapat beberapa dalil tentang keluarga, dalam firman-firman-Nya:
وَإِذۡ قَالَ لُقۡمَٰنُ لِٱبۡنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ ١٣ وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَٰنَ بِوَٰلِدَيۡهِ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٖ وَفِصَٰلُهُۥ فِي عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِي وَلِوَٰلِدَيۡكَ إِلَيَّ ٱلۡمَصِيرُ ١٤
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. (QS. Luqman [31]: 13-14)
۞قُلۡ تَعَالَوۡاْ أَتۡلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمۡ عَلَيۡكُمۡۖ أَلَّا تُشۡرِكُواْ بِهِۦ شَيۡٔٗاۖ وَبِٱلۡوَٰلِدَيۡنِ إِحۡسَٰنٗاۖ وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُم مِّنۡ إِمۡلَٰقٖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِيَّاهُمۡۖ وَلَا تَقۡرَبُواْ ٱلۡفَوَٰحِشَ مَا ظَهَرَ مِنۡهَا وَمَا بَطَنَۖ وَلَا تَقۡتُلُواْ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّۚ ذَٰلِكُمۡ وَصَّىٰكُم بِهِۦ لَعَلَّكُمۡ تَعۡقِلُونَ ١٥١
Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya). (QS. Al-An’am [6]: 151)
Dalil lainnya seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي وَإِذَا مَاتَ صَاحِبُكُمْ فَدَعُوْهُ
Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku yang paling baik terhadap keluargaku, dan apabila mati seorang di antara kalian maka doakanlah dia. (HR. At-Tirmidzi, kitab al-manaqib, bab fadhlu azwaji an-Nabiyi saw, no. 3895)
Penjelasan dari kedua hadits tersebut adalah bahwasanya tuntutan bagi seseorang di dalam keluarganya menjadi sebaik-baiknya teman, pelindung, pemimpin, orang yang mencintai dan pendidik di dalam keluarganya sendiri karena keluarga adalah yang paling berhak mendapatkan akhlak baik darinya daripada yang lain dan kita pun dituntut untuk saling menyayangi, menghormati, dan mengasihi antara satu sama yang entah antara yang muda dengan yang tua ataupun sebaliknya
Hakikat Akhlak dalam Keluarga
Tujuan utama dari sebuah keluarga adalah untuk mencapai kalimat sakinah, mawaddah dan rahmah. Kata-kata ini diambil dari firman Allah swt dalam Alquran:
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢١
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Ruum [30]: 21)
‘Ali Ash-Shabuni menjelaskan dalam kitabnya, Shafwatu at-Tafasir (صفوة التفاسير), maksud kata (لِتَسْكُنُوْا) berarti agar cenderung untuk merawat istri-istrinya. Sedangkan (مَوَدَّةً وَرَحْمَةً) yaitu menjadikan di antara seorang suami dan istri rasa cinta dan kasih sayang/simpati. Ibnu Abbas berkata: al-Mawaddah adalah rasa cinta suami pada istrinya, sedangkan ar-Rahmah artinya sayang/simpati kepadanya (istri) jika ia tertimpa suatu keburukan.
Ini hanyalah satu dari sekian ayat yang membahas tentang keluarga. Ayat lainnya menyatakan perintah dari Allah swt yang menjadi tanggung jawab setiap kepala keluarga, seperti dalam firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim [66]: 6)
Musthafa Al-Maraghi menjelaskan dalam kitab Tafsirnya, seorang pemimpin atau kepala rumah tangga harus memberikan perlindungan bagi keluarganya dari api neraka dengan meninggalkan segala maksiat, yaitu dengan selalu memberikan atau mengingatkan mereka dengan nasihat dan didikan yang baik (agar tidak termasuk ke dalam ahli neraka).
‘Ali Ash-Shabuni menjelaskan kembali dalam kitabnya, bahwa ayat ini adalah perintah bagi setiap orang yang mengakui keberadaan Allah dan rasul-Nya, dan mengakui keislaman kepada Allah swt untuk menjaga diri sendiri dan melindungi istri-istri dan anak-anaknya dari api neraka hamiyah yang menyala-nyala, dengan meninggalkan segala kemaksiatan dan melaksanakan segala ketaatan. Al-Mujahid ra berkata: “Yaitu bertakwa kepada Allah, dan lindungi keluarga kalian dengan bertakwa kepada Allah.” Al-Akhazin juga menjelaskan: “Yaitu memerintahkan mereka (seluruh anggota keluarga) agar berbuat baik, dan melarang mereka berbuat keburukan. Ajari mereka dan didiklah mereka sampai mereka merasa takut akan api neraka.”
Akhlak dalam keluarga lainnya sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam Alquran surat ayat 13-14, kisah Luqman yang menasehati anaknya, sama seperti implementasi dari Alquran surat At-Tahrim ayat 6 di atas, yaitu agar anaknya dan keluarganya kelak, tidak menyekutukan Allah dan menyebabkan ia masuk ke dalam api neraka. Dan ini adalah hak anak dari orang tuanya, yaitu mendapatkan pendidikan agama dari orang tuanya.
Kemudian dalam Alquran surat Al-An’am ayat 151, yang menjelaskan tentang hak orang tua dari anaknya, yaitu hak untuk diperlakukan dengan baik, berbakti kepada keduanya, memuliakannya, dsb. Dalam ayat ini juga Allah swt menjanjikan kepada setiap insan yang membangun keluarga yang didasari pada takwa kepada Allah dan wujud mengikuti sunnah Nabi saw, serta tiga poin di atas, yaitu sakinah mawaddah wa rahmah, maka Dia-lah yang akan menghidupi keluarga tersebut dari segala keperluannya.
Perintah untuk melindungi keluarga juga, disabdakan oleh Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar ra:
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ أَلَا فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.
Setiap diri kalian adalah pemimpin, dan kalian akan ditanyakan (tanggung jawabnya). Seorang imam adalah pemimpin, dan ia akan dipertanyakan. Seorang suami adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia akan dipertanyakan juga. Seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya, dan ia akan dipertanyakan juga. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin bagi harta tuannya, dan ia akan dipertanyakan juga. Selalu ingatlah! Bahwa setiap kalian itu pemimpin, dan kalian akan dipertanyakan. (HR. Al-Bukhari, kitab an-Nikah, bab qu anfusakum wa ahlikum nara. no. 5188)
Al-Hafiz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani menjelaskan dalam kitab syarahnya Fathul Bari, bahwa untuk menjelaskan hadis ini, bisa merujuk pada tafsir surat At-Tahrim. Dan hadis Ibnu ‘Umar ra. ini sangat jelas kecocokan antara ayat Alquran tersebut.
Sehingga dari pembahasan-pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat akhlak dalam keluarga adalah cara-cara yang mesti dilakukan dalam sebuah keluarga agar terciptanya kasih sayang dan rasa simpati antara anggota keluarga beserta keturunan-keturunannya, rasa bertanggung jawab terhadap keluarganya untuk memberikan perlindungan atau dijauhkan dari bahaya api neraka pada hari akhirat nanti. Dengan memenuhi hak dan kewajiban antara anak dan orang tua melalui bingkai ajaran Islam, sehingga menjadikan keluarga tersebut keluarga yang harmonis dan termasuk kepada keluarga yang dijauhkan dari api neraka.
Urgensi Akhlak dalam Keluarga
Beberapa urgensi akhlak dalam keluarga adalah:
- Keluarga merupakan madrasah pertama untuk memberikan pemahaman tentang akhlak yakni orangtua sebagai mediator dan tutor penyampai akhlak.
- Akhlak didalam keluarga tidak hanya dipandang sbg sebatas adat kebiasaan melainkan jg sebagai untk meningkatkan keimanan anggota keluarga karena akhlak merupakan penyokong akidah.
- Menurut Rahmat Jatnika, Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang sangat penting, baik sebagai individu, sebagai masyarakat atau bangsa. Sebab jatuh-bangun, jaya-hancurnya suatu masyarakat atau bangsa tergantung kepada bagaimana akhlak masyarakat atau bangsa itu sendiri begitu pula dalam keluarga.
Manfaat Akhlak dalam Keluarga
Beberapa manfaat yang bisa didapatkan bila sebuah keluarga mampu
dibingkai dengan akhlak adalah:
- Menjadikan keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
- Senantiasa saling menghargai anggota keluarga satu sama lain.
- Mendidik anak agar mempunyai al-akhlaq al-karimah.
- Dapat terhindar dari percekcokan yang dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dalam tubuh keluarga.
KESIMPULAN
Keluarga adalah sebuah komponen penting dalam kehidupan ini, karena jika tidak ada keluarga, maka seorang manusia tidak akan bisa terlahir ke alam dunia ini. Jika tidak ada keluarga, maka tidak akan ada yang membimbing manusia agar menjadi manusia seutuhnya. Katakanlah keluarga yang dimaksud di sini adalah keluarga besar yang utuh, Ada ayah, ibu, paman, bibi, nenek, kakek, dsb.
Jika komponen penting ini hilang, mungkin seorang manusia masih tetap bisa menjadi manusia, tapi melalui manusia lainnya yang mungkin merasa empati dan mempunyai keinginan untuk mengasuh dan mengurus manusia tersebut. Secara biologis bisa dikatakan bahwa orang tersebut bukan keluarga kandungnya, tapi mungkin batinnya pasti akan mengakui bahwa setiap orang yang berpengaruh dalam kehidupan manusia tersebut sebagai bagian dari keluarganya.
Hal ini lah yang sudah menjadi sunatullah, bahwa tidak ada yang bisa menghapus kodrat manusia sebagai makhluk sosial, yang memiliki ketergantungan dengan manusia lainnya.
Dan hal ini juga lah yang membuktikan bahwa bingkai akhlak Islam sangat penting dan diperlukan dalam tubuh keluarga. Yaitu untuk membimbing manusia dan membentuk manusia agar menjadi karakter-karakter yang bisa menjaga dirinya, individu setiap keluarganya dari berbagai malabahaya di dunia ini maupun di akhirat nanti.
Wallahu a’lam bishshawwab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqalani, Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Abu Al-Fadhli. 1379 H. Fathul Bari Syarah Shahih Al-Bukhari, Beirut: Dar al-Ma’rifah, al-Maktabah as-Syamilah.
Al-Bukhari, Abu ‘Abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Al-Mughirah Al-Ja’fi. 1419 H. Shahih al-Bukhari. Ar-Riyadh: Dar al-Islam, al-Maktabah asy-Syamilah.
Al-Maraghi, Ahmad bin Musthafa. 1946/1365 H. Tafsir Al-Maraghi, Syarikah Maktabah wa Mathbi’ah Musthafa Al-Babi Al-Halabi wa Awladuhu Bi Mishr, al-Maktabah asy-Syamilah.
Al-Qur’an Kementrian Agama RI. Sygma Creative Media Corp.
As-Salami, Muhammad bin ‘Isa Abu ‘Isa At-Tirmidzi. Al-Jami’ As-Shahih Sunan At-Tirmidzi. Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi, al-Maktabah asy-Syamilah.
As-Sijistani, Abu Daud bin Sulaiman Al-Asy’ats. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, al-Maktabah asy-Syamilah.
Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali. 1997/1417 H. Shafwatu at-Tafasir, Kairo: Dar Ash-Shabuni, al-Maktabah asy-Syamilah.
https://www.slideshare.net/mobile/evinurleni/1-pengertian-keluarga Diakses pada 30 April 2019.
Muslim bin Al-Hajjaj. Shahih Muslim. Beirut: Dar Ihya at-Turats al-‘Arabi, Jawami’ al-Kalem.
Mustaqim, Abdul. 2005. Menjadi Orangtua Bijak: Solusi Kreatif Menangani Pelbagai Masalah Pada Anak, Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Purwaningsih, Endang. 2010, April, “Keluarga dalam Mewujudkan Nilai Sebagai Upaya Mengatasi Degradasi Nilai Moral”, Jurnal Pendidikan Sosiologi dan Humaniora, Vol. 1, No. 1.
Rahmat, Jalaluddin. dan Muhtar Gandatama. 1994. Keluarga Muslim Dalam Masyarakat Modern, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suraji, Imam. “Akhlak dalam Kehidupan Berkeluarga”, Jurnal Tarbiyah STAIN Pekalongan.
Penulis adalah alumni dari Pesantren Persatuan Islam 1 Pajagalan Bandung pada tahun 2018, S1 di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada tahun 2023. Sekarang mengemban amanah menjadi Musyrif di SMAIT As-Syifa Boarding School Wanareja.